Jumat, 14 Maret 2014

ALIRAN HUKUM BESERTA TOKOH Dan AJARAN SERTA PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM ISLAM



Tugas pendidikan Agama Islam











 

OLEH 
NAMA :ZAINUDDIN 
NIM :409 341 059 
KELAS : PEND.BIOLOGI EKS 09


 
                                FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
   UNIVERSITAS NEGRI MEDAN
2012


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah  kepada Tuhan yang Maha Esa, ALLAH SWT. yang telah memberikan waktu, kesempatan, kesehatan dan akal sehat kepada penulis sehingga makalah ini terselesaikan pada waktunya.
            Makalah ini dibuat untuk dijadikan untuk memenuhi tugas pendidikan agama islam dan juga nantinya diharapkan bias digunakan untuk bahan rujukan dan referensi mengenai matakuliah Pendidikan agama islam khususnya materi aliran hukum beserta tokoh dan ajaran serta perbandingannya dengan hukum islam dalam pembahasan akidah.
            Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dra.Yusna Melianti,MH.selaku dosen matakuliah Pendidikan agama islam  yang telah memberikan masukan-masukan untuk terciptanya makalah ini dengan baik. Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada rekan-rekan yang telah ikut serta membantu untuk terselesaikannya makalah ini.
Penulisan makalah ini telah diupayakan semaksial mungkin, namun penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Jadi penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik di kemudian hari.

Medan, Mei  2012 
Penulis


Zainuddin
409 341 059

                       


DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                         
Daftar Isi                                                                                                                    
BAB I PENDAHULUAN                                                                                        
1.1.Latar Belakang                                                                                                      
1.2.Rumusan Masalah                                                                                                 
1.3.Tujuan                                                                                                                   
BAB II PEMBHASAN                                                                                             
A.Macam-Macam Aliran Hukum                                                                               
A.1.Aliran Hukum Alam                                                                                            
A.2.Aliran Hukum Positif                                                                                           
A.3.Aliran Hukum Islam                                                                                            
B.Perbandingan Aliran Hukum Umum dengan Aliran Hukum Islam                        
BAB III PENUTUP                                                                                                  
3.1. Kesimpulan                                                                                                          
DAFTAR PUSTAKA                                                                                              
BAB I
 PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak bermunculan aliran-aliran hukum umum maupun aliran Hukum Islam yang banyak mempengaruhi pemikiran dan sikap pada masa itu dan masa selanjutnya. Diantaranya Aliran Hukum alam, Aliran Hukum Positif dan Aliran Hukum Islam. Dalam hal ini mengenai posisi hukum di hadapan masyarakat dan Tuhan serta keadilan yang relatif tergantung Subjek yang menilai terkadang menjadi sumber permasalahan dan perdebatan.Namun apakah aliran hukum umum itu sejalan dengan aturan Hukum Islam atau bahkan bertentangan dengannya. Oleh karena itu makalah ini mencoba mengulas beberapa aliran hukum beserta tokoh dan ajaran serta perbandingannya dengan Hukum Islam.
I.2.Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dan ruang lingkup dari pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa hakikat Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
2.      Siapa saja tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
3.      Bagaimana ajaran tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
4.      Bagaimana Perbandingan Aliran hukum umum dengan aliran hukum Islam?
I.3.Tujuan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui hakikat Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
2.      Mengetahui  tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
3.      Mengetahui  ajaran tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
4.      Mengetahui Perbandingan Aliran hukum umum dengan aliran hukum Islam?

BAB II
 PEMBAHASAN
A.Macam-Macam Aliran Hukum
A.1.Aliran Hukum Alam
            Aliran hukum alam atau yang biasa disebut mazhab hukum alam. Aliran dimaksud, dikembangkan oleh beberapa pakar yang ada di zaman Yunani dan Romawi. Orang Yunani pada mulanya (abad ke 5 sebelum masehi) masih bersifat primitif, yaitu hukum dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos) baik semesta alam maupun hidup manusia. Sebagai contoh lelaki berkuasa dan memiliki kemampuan politik; budak harus tetap menjadi budak, karena begitulah aturan yang berlaku secara ilmiah.
Namun pada abad ke 4 SM para filosof mulai insaf tentang peran manusia dalam membentuk hokum. Aristoteles dan Plato mulai mempertimbangkan bahwa manakah aturan yang lebih adil yang harus menjadi alat untuk mencapai tujuan hokum, walaupun mereka juga tetap mau taat pada tuntutan-tuntutan alam. Pada permulaan abad 8 sebelum Masehi, peraturan-peraturan Romawi hanya berlaku di kota Roma. Hukum alam di zaman Romawi dalam abad sebelum masehi lebih bersifat kasustik, artinya peraturan yang berlaku tidak diterapkan secara otomatis kepada semua perkara, tetapi lebih berfungsi sebagai pedoman atau contoh bagi para hakim. Zaman Yunani dan Romawi mempunyai perbedaan yang konkret mengenai pandangan terhadap hokum. Pemikiran Yunani lebih bersifat teoretis dan filosifis, sedang pemikiran Romawi lebih menitik beratkan pada hal-hal yang praktis dan berkaitan dengan hokum positif. Pendapat dari tikoh terkemuka di zaman ini akan diuraikan sebagai
a.        Plato (427-347 SM)
            Plato Menulis dua buku mengenai hidup bernegara yaitu politeia dan Nomoi. Buku Politeia melukiskan suatu model tentang Negara yang adil. Negara harus diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya supaya adil. Negara yang dimaksud menurut Plato adalah tiap-tiap golongan mempunyai tempat alamiahnya, sehingga timbul keadilan.  Dalam buku Nomoi mengatakan bahwa petunjuk bagi dibentuknya suatu tata hokum yang membawa orang-orang kepada kesempurnaan, yaitu peratutan-peraturan yang berlaku supaya ditulis dalam suatu buku perundang-undangan. Kalau tidak, penyelewengan dari hokum sulit dihindari. Plato juga mengeluarkan dua buku lagi, yakni The Republic dan The Law.
Dari dua buku tersebut telah mengalami perubahan pola pikir. Buku yang berjudul The Republic, tampak pemikiran Plato menganut pandangan bahawa Negara seyogyanya dipimpin oleh para cendekiawan, yang bebas dan tidak terikat pada hokum positif, tetapi pada keadilan. Kemudian pada karyanya yang berjudul The Law, tampak pemikiran Plato meninggalkan idenya agar Negara diperintah oleh orang-orang bebas dan cendekia. Oleh karena itu, tampak pemikiran Plato menyadari sulitnya mendapatkan orang yang mempunyai kualitas yang diisyaratkan itu. Selanjutnya,
Plato mempunyai pandangan bahwa Negara harus melaksanakan keadilan berdasarkan kaidah-kaidah hokum tertulis. Karena itu hokum alam harus tunduk pada hokum positif dan otoritas (Negara). Bagi Plato, keadilan adalah pencerminan dari keharmonisan antara masyarakat di satu pihak dan individu di pihak lainnya.
b.Aristoteles (348-322 SM)
            Aristoteles menulis tentang Negara dan hokum dalam bukunya yang berjudul Politics. Ia berpendapat bahwa manusia menurut wujudnya merupakan makhluk polis (zoon politikon). Oleh karena itu, seorang warga polis harus ikut serta dalam kegiatan politik. Hal ini menunjukkan bahwa semua orang harus taat pada hokum polis, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa hokum harus dibagi kepada dua kelompok, yaitu : Hukum alam atau hokum kodrat, yang mencerminkan aturan alam. Hukum alam itu merupakan suatu hokum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah kaitannya dengan alam; hokum yang kedua adalah hokum positif, yaitu hokum yang dibuat oleh manusia.
Aristoteles menurut Friedmann, bahwa ia menyumbangkan pemikiran yang paling penting terhadap teori hokum, yaitu :
ü  Formulasinya tentang problem esensial dari keadilan
ü   Formulasinya tentang perbedaan antara keadilan yang abstrak dengan equity
ü  Uraiannya tentang perbedaan keadilan hokum dan keadilan alamiah (seperti “hokum positif” dan “hokum alam”)
            Aristoteles sebagai seorang tokoh besar di zamannya, seringkali memunculkan pemikiran-pemikiran yang brilian, diantaranya menyangkut problem esensial keadilan. Dia membuat perbedaan keadilan, diantaranya :
Ø  Keadilan Distributif.
Keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan profesinya atau jasanya. Pembagian barang-barang dan kehormatan pada masing-masing orang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat.Keadilan ini menghendaki agar orang-orang yang mempunyai kedudukan yang sama memperoleh perlakuan yang sama pula di hadapan hukum. Konsep keadilan distributifnya Aristoteles ini kemudian diikuti oleh rumusan Ulpian dari Romawi klasik bahwa : Honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere (Hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang di sekitarmu, dan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi bagiannya)
Ø  Keadilan Komutatif
            Keadilan yang memberikan hak kepada seseorang berdasarkan statusnya sebagai manusia
Ø  Keadilan Remedial / Korektif
            Menetapkan kriteria dalam melaksanakan hokum sehari-hari, yaitu kita harus mempunyai standar umum untuk memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama lain. Sanksi pidana yang dijatuhkan, memulihkan yang telah dilakukan oleh pembuat kejahatan, dan ganti rugi telah memulihkan kesalahan perdata. Standar tersebut diterapkan tanpa membeda-bedakan orang

c    Thomas Aquinas
            Thomas Aquinas seorang filosof yang terkenal melalui bukunya summa Theologica dan De Regimence Principum. Pemikiran yang dikemukakan olehnya mengenai hokum alam banyak mempengaruhi gereja bahkan menjadi dasar pemikiran gereja saat ini. Menurutnya, hokum kodrat sebagai prinsip-prinsip segala hokum positif, berhubungan langsung dengan manusia dan dunia sebagai ciptaan Tuhan. Prinsip-prinsip tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :
Ø  Prinsip hukum kodrat primer
 Yaitu prinsip hokum yang meliputi hidup terhormat (honeste vivere),  tidak merugikan orang lain (neminem laedere), memberikan orang lain sesuai haknya (unicuique suum tribuere)
Ø  Prinsip hokum kodrat sekunder
            Yaitu norma-norma moral seperti jangan membunuh, mencuri, dan lain sebagainya
Thomas membagi hokum ke dalam empat golongan, yaitu :
v  Lex Aeterna
            Merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan sumber dari segala hokum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia
v  Lex Divina
            Bagian dari rasio Tuhan yang ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu dan diterimanya.
v  Lex Naturalis
            Merupakan hokum alam yaitu yang penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia

v  Lex Positivis
            Hokum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hokum alam oleh manusia berhubung dengan syarat khusus yang dipengaruhi oleh keadaan dunia.

A.2.Aliran Hukum Positif
            Aliran hokum positif menurut Hans Kelsen seperti dikutip oleh Lili Rasyidi merupakan suatu teori tentang hokum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan senyatanya itu, yakni apakah hokum positif yang senyatanya itu adil atau tidak adil. Aliran teori hokum positif lahir sekitar abad 19 yang didorong oleh pengaruh perkembangan masyarakat. Perkembangan tersebut menimbulkan sikap kritis tentang hokum alam yang dianggap tidak mau lagi menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Selain itu aliran positivisme juga lahir didasarkan pada dasar inspirasui dari “posivis sosiologis” baik dari ajaran filosofis Prancis maupun pemikiran dari Herbet Specer.
            Pada tahap positive yang dikemukakan Comte kaum positivisme menemukan inspirasi dalam melahirkan teorinya. Umumnya menganut aliran positivme memandang bahwa tujuan akhir hokum positif (perundang-undangan) adalah untuk memenuhi kebahagiaan rakyat sesuai dengan tujuan Negara. Sumber hokum yang hanya langsung dari kekuasaan Negara yang berdaulat merupakan petunjuk, bahwa Negara juga pembuat hokum.
            Aliran positivisme mengatakan “kaidah hokum itu hanya bersumber dari kekuasaan Negara yang tertinggi dan sumber itu hanyalah hokum positif yang terpisah dari hokum social, bebas dari pengaruh politik, ekonomi, social, dan budaya. Selain itu dapat dikatakan bahwa hokum positif merupakan kebalikan dari hokum alam. Sebab, aliran ini mengidentikkan hokum dengan undang-undang. Dengan kata lain positivisme adalah merupakan sebuah sikap ilmiah, menolak spekulasi-spekulasi apriori dan berusaha membangun dirinya pada data pengalaman. Pendapat dari tikoh terkemuka di zaman ini akan diuraikan sebagai

a    Hans Kelsen.
      Aliran teori positivisme ini dipelopori oleh toh ternama Hans Kelsen. Pembahasan utamanya adalah untuk membebaskan ilmu hokum dari unsure ideologis. Keadilan misalnya, oleh Kelsen dipandang sebagai sebuah konsep ideologis. Ia melihat dalam keadilan sebuah ide yang tidak rasional dan teori hokum murni tidak bisa menjawab tentang pertanyaan tentang apa yang membentuk keadilan karena pernyataan ini sama sekali tidak bisa dijawab secara ilmiah. Jika keadilan harus diidentikkan dengan legalitas dalam arti tempat, keadilan berarti memelihara tatanan (hokum) positif melalui aplikasi kesadaran atasnya. Menurutnya, teori hokum murni merupakan suatu pemberontakan yang ditujukan kepada ilmu hokum yang ideologis, yaitu yang hanya mengetengahkan hokum sebagai alat pemerintahan dalam Negara totaliter.
            Menurut W. Friedmann, inti ajaran dari Hans Kelsen adalah :
ü  Tujuan teori hokum, seperti tiap ilmu pengetahuan adalah untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan
ü  Teori hokum adalah ilmu pengetahuan mengenai hokum yang berlaku, bukan mengenai hokum yang seharusnya
ü  Hukum adalah ilmu pengetahuan normative, bukan ilmu alam
ü   Teori hokum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya kerja norma-norma hokum
ü  Teori hokum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara khusus
ü  Hubungan antara teori dan sistem yang khas dari hokum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hokum yang nyata.
            Pada prinsipnya filosofi ajaran Kelsen adalah hokum itu harus dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis, dan sebagainya. Hans Kelsen juga mengungkapkan inti ajarannya :
ü  Ajaran Hukum Murni
ü  Ajaran tentang Grundnorm
ü  Ajaran tentang Stufenbautheorie
b.John Austin
            Austin mengeluarkan suatu karya mengenai teori hokum, yaitu digantinya perintah yang berdaulat yakni “Negara” bagi tiap cita keadilan dalam definisi hokum. Austin memberikan definisi hokum sebagai berikut “Peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya”. Karakteristik hokum yang terpenting menurut Austin terletak pada karakter imperatifnya. Hukum dipahami sebagai suatu perintah dari penguasa. Akan tetapi tidak semua perintah oleh Austin dianggap sebagai hokum, hanya perintah-perintah umum yang mengharuskan seseorang untuk bertindak atau bersabar dari suatu kelas pantas mendapat atribut hukum. Menurutnya sebuah perintah yang memenuhi syarat sebagai hokum tidak harus keluar langsung dari sebuah badan legislatif suatu Negara.
John Austin membedakan hokum menjadi dua :
*      Hukum Allah
            Merupakan suatu moral hidup daripada hukum dalam arti sejati. Hukum Tuhan tidak mempunyai fungsi lain daripada menjadi wadah-wadah kepercayaan.
*      Hukum Manusia
            Yakni segala peraturan yang dibuat oleh manusia sendiri Hukum manusia dibedakan lagi menjadi :
o   Hukum yang sungguh-sungguh (properly so called) adalah undang-undang yang diadakan oleh kekuasaan politik (apakah yag tertinggi atau bawahan). Hukum yang sebenarnya/ ho\kum positif yang masih ada, mempunyai ciri empat unsur, yakni perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
o   Hukum yang tidak sebenarnya (improperly so called)Sedangkan undang-undang yang tidak sebenarnya adalah yang tidak diadakan langsung atau tidak langsung oleh kekuasaan politik. Seperti peraturan-peraturan yang berlaku bagi suatu klub olahraga, pabrik, dan sebagainya. Peraturan-peraturan ini bukan bukan hokum dalam arti yang sesungguhnya, sebab tidak berkaitan dengan pemerintah sebagai pembentuk hukum.
A.3.Aliran Hukum Islam
            Para ahli hokum Islam berpendapat bahwa hokum Islam bersumber dari ajaran Islam (A-Qur’an dan Al-Hadits) sehingga biasa disebut Law is religion. Selain itu, hokum Islam biasa disebut Islamic Law dan Islamic Jurisprudence. Islamic Law disebut syariat Islam dan Islamic Jurisprudence disebut fiqh. Syariat adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah bagi hambaNya tentang urusan agama. Atau hukum agama yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah baik berupa ibadah (puasa, shalat, haji, zakat, dan seluruh amal kebaikan) atau muamalah yang menggerakkan kehidupan manusia (jual beli, nikah, dll)
            Kata  syariat berasal dari “syara’a as-syai” dengan arti menjelaskan sesuatu. Atau diambil dari “asy-syir’ah” dan asy-syariah dengan arti; tempat sumber air yang tidak pernah terputus dan orang yang datang ke sana tidak memerlukan adanya alat. Jika secara bahasa syariat adalah jalan, maka di dalam Al-Quran pun ada ayat yang menerangkan arti tersebut. Tepatnya, dalam ayat, “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas sebuah syariat- peraturan- dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”
Ketika ulama menyebutkan kata syariat, kita bisa melihat bahwa kata tersebut mengandung dua arti :
§  Seluruh agama yang mencakup akidah, ibadah, adab, akhlak, hukum, dan muamalah. Dengan kata lain, syariat mencakup ushul dan furu’,akidah, dan amal, serta teori dan aplikasi. Ia mencakup seluruh sisi keimanan dan aqidah. Sebagaimana ia pun mencakup sisi lain lain seperti ibadah, muamalah, dan akhlak yang dibawa oleh Islam serta dirangkum dalam Al-Quran dan As-Sunnah untuk kemudian dijelaskan oleh ulama akidah, fikih, dan akhlak.
§  Sisi hukum amal di dalam agama. Seperti ibadah dan muamalah yang mencakup hubungan dan ibadah kepada Allah. Serta mencakup juga urusan keluarga, masyarakat,umat, negara, hukum, dan hubungan luar negeri.  (Al-Jatsiyah 18)
a)        Asy- Syatibi
            Menurut Asy-Syatibi, Islam telah mensyariatkan berbagai hokum yang menjamin terwujudnya hal-hal yang dharuri (primer) yang meliputi : agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta kekayaan; dan menjamin pemeliharaan terhadap kelima tersebut :
·         Memelihara Agama
            Agama adalah sekumpulan akidah, ibadah, hokum dan undang-undang yang disyariatkan oleh Allah untuk mengatur hubungan manusia denganNya dan hubungan antar manusia . Untuk mewujudkan dan memelihara agama, Islam telah mensyariatkan iman dan hokum pokok ajaran dasar Islam (Syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji), kewajiban berdakwah untuk menyeru manusia kepada agama, kewajiban berjihad untuk memerangi orang-orang yang menghalangi agama, hukuman terhadap orang yang murtad dari agama, dan hukuman terhadap pembuat bid’ah
·         Memelihara jiwa
            Yaitu memelihara hak untuk hidup terhormat dan memelihara jiwa agar terhindar dari tindakan penganiayaan, berupa pembunuhan, pemotongan anggota badan, maupun tindakan melukai. Termasuk memelihara kemuliaan dan harga diri manusia dengan jalan mencegah perbuatan qadzaf (menuduh berzina), dan melindungi kebebasan berpikir, berpendapat, berkarya dan bergerak di tengah dinamika sosial sepanjang tidak merugikan orang lain
·         Memelihara akal
            Yaitu menjaga akal agar tidak terkena bahaya (kerusakan) yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak berguna lagi di masyarakat, menjadi sumber keburukan dan penyakit bagi orang lain.
·         Memelihara Keturunan
            Yaitu memelihara tatanan nilai dalam proses pergaulan di antara sesama manusia dan mencegah terjadinya kerusakan biologis yang diakibatkan oleh ketidakterjagaan di dalam proses interaksi sesama manusia. Oleh karena itu Islam melarang menikah dan berhubungan kelamin dengan muhrimnya (incest) dan melarang berzina dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya berupa hukuman had
·         Memelihara Harta
            Untuk menghasilkan dan memperoleh harta kekayaan, Islam mensyaratkan kewajiban berusaha untuk memperoleh rezeki, kebebasan bermuamalah, pertukaran, perdagangan, dan kerjasama dalam usaha. Sedangkan untuk memelihara harta, Islam mensyariatkan pengharaman pencurian dengan hukuman hadd bagi setiap orang yang melakukannya, dan mengharamkan riba’ karena termasuk perbuatan aniaya (dzalim) terhadap orang lain dalam hal harta.

b)    Yusuf Qardhawi
            Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur’an. Menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern. Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.
            Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam “pendidikan” penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun. Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim saat itu.
Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.
            Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik. Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.
            Keadilan menurut Yusuf Qardhawi.Di antara nilai-nilai kemanusiaan yang asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga dan masyarakat adalah “Keadilan.” Sehingga Al Qur’an menjadikan keadilan di antara manusia itu sebagai hadaf (tuluan) risalah langit, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25)
            Tiada penekanan akan nilai keadilan yang lebih besar dari pada perkara ini (bahwa Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya) untuk mewujudkan keadilan. Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan para rasul diutus. Dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan langit dan bumi. Dan yang dimaksud dengan keadilan adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apa pun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan tidak pula menyelewengkan hak orang lain. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Ar-Rahman: 7-9)
Islam memerintahkan kepada seorang Muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyeimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya dan hak-hak orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Abdullah bin ‘Amr ketika mengurangi haknya sendiri, yaitu dengan terus menerus puasa di siang hari dan shalat di malam hari.
            “Sesungguhnya untuk tubuhmu kamu punya hak (untuk beristirahat), dan sesungguhnya bagi kedua matamu punya hak dan kepada keluargamu kamu punya hak, dan untuk orang yang menziarahi kamu juga mempunyai hak.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Islam juga memerintahkan bersikap adil dengan/terhadap keluarga, isteri, atau beberapa isteri, anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Allah SWT berfrman:
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja …” (An-Nisa’: 3)
Rasulullah SAW bersabda:
Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Ketika Basyir bin Sa’ad Al Anshari menginginkan agar Nabi SAW menyaksikannya atas pemberian tertentu, ia mengutamakan pemberian itu untuk sebagian anak-anaknya. Maka Nabi SAW bertanya kepadanya:
“Apakah semua anak-anakmu kamu beri mereka itu seperti ini?” Basyir berkata, “tidak!,” Nabi bersabda, “Mintalah saksi selain aku untuk demikian itu, sesungguhnya aku tidak memberikan kesaksian terhadap suatu penyelewengan.” (HR. Muslim)

            Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu .” (An-Nisa’: 135)

Allah SWT memerintahkan kepada kita agar berlaku adil, sekalipun terhadap kaum yang kita musuhi, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa, bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Maidah: 8)
            Betapa banyak sejarah politik dan hukum dalam Islam yang menggambarkan keadilan kaum Muslimin terhadap orang-orang Muslimin dan keadilan para da’i terhadap rakyat.
            Islam memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil dalam perkataan kita, sehingga saat kita marah tidak boleh keluar dari berkata benar, dan di saat kita senang tidak boleh mendorong kita untuk berbicara yang tidak benar, Allah SWT berfirman:
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah (kerabat (mu)É” (Al An’am: 152)
            Islam juga memerintahkan kepada kita untuk bersikap adil dalam memberikan kesaksian, maka seseorang tidak boleh memberi kesaksian kecuali dengan sesuatu yang ia ketahui, tidak boleh menambah dan tidak boleh mengurangi, tidak boleh merubah dan tidak boleh mengganti, Allah SWT berfirman:“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah …” (Ath Thalaq: 2)
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah.” (Al Maidah: 8)

Islam juga memerintahkan untuk bersikap adil dalam hukum, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh) kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil …” (An-Nisa’: 58)
            Banyak hadits yang menjelaskan tentang keutamaan “Imam dan Adil,” dia adalah termasuk tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya. Dia juga termasuk tiga orang yang doanya tidak ditolak.
            Selain lslam memerintahkan untuk berlaku adil dan mendorong ke arah sana, Islam juga mengharamkan kezhaliman dengan keras dan memberantasnya dengan kuat, baik kedhaliman terhadap diri sendiri apalagi terhadap orang lain. Terutama kezhaliman orang-orang yang kuat terhadap orang yang lemah, kezhaliman orang-orang kaya terhadap yang miskin dan kezhaliman pemerintah terhadap rakyatnya. Semakin manusia itu lemah, maka menzhaliminya semakin besar pula dosanya. Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat kepada Mu’adz:
“Hati-hatilah terhadap doa orang yang dianiaya, karena tidak ada hijab (halangan) antara doa itu dengan Allah.” (HR. Muttafaqun’Alaih)

Rasulullah SAW juga bersabda:
“Doa orang yang dianiaya itu akan diangkat oleh Allah ke atas awan, dan dibuka untuknya pintu-pintu langit,
kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan-Ku, sungguh akan Aku tolong kamu walaupun setelah beberapa saat.” (HR. Ahmad dan Tarmidzi)
            Di antara jelasnya bentuk keadilan adalah sebagaimana yang ditegaskan Islam. yang dalam istilah sekarang disebut “Keadilan Sosial” yang berarti keadilan dalam membagi kekayaan (negara). Dan membuka berbagai kesempatan yang memadai untuk anak-anak ummat Islam, ummat yang satu, dan memberi kepada orang-orang yang bekerja buah amalnya (upahnya) dari jerih payah mereka, tanpa dicuri oleh orang-orang yang berkemampuan dan orang-orang yang mempunyai pengaruh. Mendekatkan sisi- sisi perbedaan yang nampak antara individu dan golongan, antara golongan yang satu dengan yang lain, dengan memberikan batas dari monopoli orang-orang kaya di satu sisi dan berusaha untuk meningkatkan pendapatan orang-orang fakir di sisi lain.
B.Perbandingan Aliran Hukum Umum dengan Aliran Hukum Islam
            Dengan adanya berbagai macam aliran-aliran hokum dan dengan berbagai tokoh-tokoh, bisa  dibandingkan anatara aliran-aliran hukum umum dan aliran hukum Islam. Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya. hukum dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos) baik semesta alam maupun hidup manusia. Sebagai contoh lelaki berkuasa dan memiliki kemampuan politik; budak harus tetap menjadi budak, karena begitulah aturan yang berlaku secara ilmiah. Namun pada abad ke 4 SM para filosof mulai insaf tentang peran manusia dalam membentuk hokum yang menurut penulis sejalan dengan aliran hukum Islam. Aristoteles dan Plato mulai mempertimbangkan bahwa manakah aturan yang lebih adil yang harus menjadi alat untuk mencapai tujuan hokum, walaupun mereka juga tetap mau taat pada tuntutan-tuntutan alam. Menurut Plato negara harus melaksanakan keadilan berdasarkan kaidah-kaidah hokum tertulis. Karena itu hokum alam harus tunduk pada hokum positif dan otoritas. Bagi Plato, keadilan adalah pencerminan dari keharmonisan antara masyarakat di satu pihak dan individu di pihak lainnya. Sedangkan Aristoteles yang membagi keadilan menjadi tiga tidak bertentangan dengan Islam. Diantaranya :Keadilan Distributif yaitu Keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan profesinya atau jasanya ; Keadilan Komutatif yaitu keadilan yang memberikan hak kepada seseorang berdasarkan statusnya sebagai manusia ; Keadilan Remedial / Korektif yaitu menetapkan kriteria dalam melaksanakan hokum sehari-hari, yaitu kita harus mempunyai standar umum untuk memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama lain.
            Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari ketentuan manusia. Hukum harus ditaati demi keadilan. Keadilan selain sebagai keutamaan umum (hukum alam)  juga keadilan sebagai keutamaan moral khusus. Keadilan menentukan bagaimana hubungan yang baik antara sesama manusia, yang meliputi keadilan dalam pembagian jabatan dan harta benda publik, keadilan dalam transaksi jual beli, keadilan dalam hukum pidana, keadilan dalam hukum privat. Al-Qur’an dan sunnah merupakan dua sumber primer atau orisinal diwahyukan oleh tuhan sbagai satu-satunya yang mengetahui yang mutlaq baik untuk manusia. Hokum itu harus diteliti secara cermat dan ditafsirkan dalam isi dan sepirit. Kita biasa mengatakan bahwa tatanan alami adalah tatanan yang jelas-jelas terbaik. Bukan hanya untuk sembarangan individu tetapi bagi manusia yang serba rasional, cultural dan liberal. Ia adalah hasil pengamatan fakta-fakta exsternal, ia merupakan pewahyuan atas prinsip yang ada didalam.kehidupan sehari-hari, dengan sifat gandanya, universal dan abadi. Ia tetap sama disegala zaman dan semua orang. Perintahnya unuk dan eternal berlingkup universal. Syari’ah merupakan kumpulan hokum-hukum tuhan. Mengkombinasikan hokum sebagai adanya dan hokum sebagai yang seharusnya. Sekaligus mempertahankan perintah dan keeadilan. Sebagai perintah tuhan penguasa tertinggi yang tidak bias berubah, syari’ah adalah hokum positif dan karena keadilan menjadi tujuan puncaknya, syari’ah ideal. Tetaplah pernyataan bahwa hokum islam itu adalah “ hokum positif  dalam bentuk ideal”.
            Sedangkan aliran hukum positif yang merupakan aliran yang menyatakan bahwa suatu teori tentang hokum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan senyatanya itu, yakni apakah hokum positif yang senyatanya itu adil atau tidak adil. Aliran ini mengidentikkan hokum dengan undang-undang. Salah satu tokohnya yaitu Hans Kelsen yang menyatakan bahwa keadilan dipandang sebagai sebuah konsep ideologis. Jika keadilan harus diidentikkan dengan legalitas dalam arti tempat, keadilan berarti memelihara tatanan (hokum) positif melalui aplikasi kesadaran atasnya. Positifisme dan idealisme dalam hokum islam benar-benar harmonis antara satu sama lain. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah:
“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat ?(as-Syura’:17)
Kemudian pada surat (al-Syams:7-10)Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),(8). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(9). Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,(10). Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
            Di antara nilai-nilai kemanusiaan yang asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga dan masyarakat adalah “Keadilan.” Sehingga Al Qur’an menjadikan keadilan di antara manusia itu sebagai hadaf (tuluan) risalah langit, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25)
            Tiada penekanan akan nilai keadilan yang lebih besar dari pada perkara ini (bahwa Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya) untuk mewujudkan keadilan. Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan para rasul diutus. Dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan langit dan bumi. Dan yang dimaksud dengan keadilan adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apa pun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan tidak pula menyelewengkan hak orang lain. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Ar-Rahman: 7-9)

BAB III
 KESIMPULAN
1.Macam – macam alairan hukum meliputi :
@    .Aliran Hukum Alam : suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam yang tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya
@    Aliran Hukum : positivme memandang bahwa tujuan akhir hokum positif     (perundang-undangan) adalah untuk memenuhi kebahagiaan rakyat sesuai     dengan tujuan Negara
@    hokum Islam berpendapat bahwa hokum Islam bersumber dari ajaran Islam     (A-Qur’an dan Al-Hadits) sehingga biasa disebut Law is religio
2.  Beberapa pendapat para ahli tentang keadilan.
@    Plato : Keadilan adalah pencerminan dari keharmonisan antara masyarakat di satu pihak dan individu di pihak lain; hukum alam harus tunduk pada hokum positif dan otoritas (Negara)
@    Aristoteles : Keadilan distributif, Keadilan komutatif, Keadilan korektif ; hokum dibagi kepada dua kelompok, yaitu : Hukum alam atau hokum kodrat, dan hokum hokum positif
@    Hans Kelsen : Keadilan adalah konsep ideologis ; hokum itu harus dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis, dan sebagainya
@    Thomas Aquinas : hokum kodrat sebagai prinsip-prinsip segala hokum positif, berhubungan langsung dengan manusia dan dunia sebagai ciptaan     Tuhan.
@    Asy-Syatibi : hukum (Islam) menjamin terwujudnya hal-hal yang dharuri (primer) yang meliputi : agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta kekayaan; dan menjamin pemeliharaan terhadap kelima tersebut
@    Yusuf Qardhawi : keadilan memberikan kepada segala yang berhak akan haknya tanpa melebihi atau mengurangi.
3.Aliran-aliran Hukum tersebut pada prinsipnya menjaga keharmonisan antar individu maupun kelompok.  Dan hanya beberapa aliran saja yang menghubungkannya dengan Tuhan.



DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainudin . 2006. Filsafat Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.
Djamil Fathurrahman. 1997. Filsafat Hukum Islam.Jakarta, Logos Wacana Ilmu.
Prasetyo, Teguh. 2007. Ilmu Hukum & Filsafat Hukum. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Ghofur, Abdul . 2006. Filsafat Hukum. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Qardhawi, Yusuf.  2007. Fiqih Maqashid Syariah. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar
Dr. Yusuf Qardawi. Pustaka Online Media ISNET2006
http://www.geocities.com/pakdenono/www.pakdenono.com