Tugas
pendidikan Agama Islam
OLEH
NAMA :ZAINUDDIN
NIM :409 341 059
KELAS : PEND.BIOLOGI EKS 09
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGRI MEDAN
2012
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah kepada Tuhan yang Maha
Esa, ALLAH SWT. yang telah memberikan waktu, kesempatan, kesehatan dan akal
sehat kepada penulis sehingga makalah ini terselesaikan pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk dijadikan untuk memenuhi tugas
pendidikan agama islam dan juga nantinya diharapkan bias digunakan untuk bahan rujukan dan referensi mengenai
matakuliah Pendidikan agama
islam khususnya materi aliran hukum beserta tokoh dan ajaran serta
perbandingannya dengan hukum islam dalam pembahasan akidah.
Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada ibu Dra.Yusna Melianti,MH.selaku dosen
matakuliah Pendidikan agama islam yang
telah memberikan masukan-masukan untuk terciptanya makalah ini dengan baik. Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada rekan-rekan
yang telah ikut serta membantu untuk terselesaikannya makalah ini.
Penulisan makalah ini telah diupayakan semaksial mungkin,
namun penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Jadi
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya makalah
yang lebih baik di kemudian hari.
Medan, Mei 2012
Penulis
Zainuddin
409 341 059
Penulis
Zainuddin
409 341 059
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
1.2.Rumusan
Masalah
1.3.Tujuan
BAB II PEMBHASAN
A.Macam-Macam
Aliran Hukum
A.1.Aliran
Hukum Alam
A.2.Aliran
Hukum Positif
A.3.Aliran
Hukum Islam
B.Perbandingan
Aliran Hukum Umum dengan Aliran Hukum Islam
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I.1.Latar
Belakang
Seiring
dengan perkembangan zaman, banyak bermunculan aliran-aliran hukum umum maupun
aliran Hukum Islam yang banyak mempengaruhi pemikiran dan sikap pada masa itu
dan masa selanjutnya. Diantaranya Aliran Hukum alam, Aliran Hukum Positif dan
Aliran Hukum Islam. Dalam hal ini mengenai posisi hukum di hadapan masyarakat
dan Tuhan serta keadilan yang relatif tergantung Subjek yang menilai terkadang
menjadi sumber permasalahan dan perdebatan.Namun apakah aliran hukum umum itu
sejalan dengan aturan Hukum Islam atau bahkan bertentangan dengannya. Oleh
karena itu makalah ini mencoba mengulas beberapa aliran hukum beserta tokoh dan
ajaran serta perbandingannya dengan Hukum Islam.
I.2.Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dan ruang lingkup dari pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
hakikat Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
2. Siapa
saja tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
3. Bagaimana
ajaran tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam, hukum positif, hukum Islam?
4. Bagaimana
Perbandingan Aliran hukum umum dengan aliran hukum Islam?
I.3.Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui hakikat Aliran Hukum Alam, hukum positif,
hukum Islam?
2.
Mengetahui tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam, hukum
positif, hukum Islam?
3.
Mengetahui ajaran tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam,
hukum positif, hukum Islam?
4.
Mengetahui Perbandingan Aliran hukum umum dengan aliran
hukum Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.Macam-Macam Aliran Hukum
A.1.Aliran Hukum Alam
Aliran
hukum alam atau yang biasa disebut mazhab hukum alam. Aliran dimaksud,
dikembangkan oleh beberapa pakar yang ada di zaman Yunani dan Romawi. Orang
Yunani pada mulanya (abad ke 5 sebelum masehi) masih bersifat primitif, yaitu
hukum dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos) baik semesta alam
maupun hidup manusia. Sebagai contoh lelaki berkuasa dan memiliki kemampuan
politik; budak harus tetap menjadi budak, karena begitulah aturan yang berlaku
secara ilmiah.
Namun pada
abad ke 4 SM para filosof mulai insaf tentang peran manusia dalam membentuk
hokum. Aristoteles dan Plato mulai mempertimbangkan bahwa manakah aturan yang
lebih adil yang harus menjadi alat untuk mencapai tujuan hokum, walaupun mereka
juga tetap mau taat pada tuntutan-tuntutan alam. Pada permulaan abad 8 sebelum
Masehi, peraturan-peraturan Romawi hanya berlaku di kota Roma. Hukum alam di
zaman Romawi dalam abad sebelum masehi lebih bersifat kasustik, artinya
peraturan yang berlaku tidak diterapkan secara otomatis kepada semua perkara,
tetapi lebih berfungsi sebagai pedoman atau contoh bagi para hakim. Zaman
Yunani dan Romawi mempunyai perbedaan yang konkret mengenai pandangan terhadap
hokum. Pemikiran Yunani lebih bersifat teoretis dan filosifis, sedang pemikiran
Romawi lebih menitik beratkan pada hal-hal yang praktis dan berkaitan dengan
hokum positif. Pendapat dari tikoh terkemuka di zaman ini akan diuraikan
sebagai
a.
Plato
(427-347 SM)
Plato
Menulis dua buku mengenai hidup bernegara yaitu politeia dan Nomoi. Buku Politeia
melukiskan suatu model tentang Negara yang adil. Negara harus diatur secara
seimbang menurut bagian-bagiannya supaya adil. Negara yang dimaksud menurut
Plato adalah tiap-tiap golongan mempunyai tempat alamiahnya, sehingga timbul
keadilan. Dalam buku Nomoi mengatakan bahwa petunjuk bagi dibentuknya
suatu tata hokum yang membawa orang-orang kepada kesempurnaan, yaitu
peratutan-peraturan yang berlaku supaya ditulis dalam suatu buku
perundang-undangan. Kalau tidak, penyelewengan dari hokum sulit dihindari.
Plato juga mengeluarkan dua buku lagi, yakni The Republic dan The Law.
Dari dua buku
tersebut telah mengalami perubahan pola pikir. Buku yang berjudul The Republic,
tampak pemikiran Plato menganut pandangan bahawa Negara seyogyanya dipimpin
oleh para cendekiawan, yang bebas dan tidak terikat pada hokum positif, tetapi
pada keadilan. Kemudian pada karyanya yang berjudul The Law, tampak pemikiran
Plato meninggalkan idenya agar Negara diperintah oleh orang-orang bebas dan
cendekia. Oleh karena itu, tampak pemikiran Plato menyadari sulitnya
mendapatkan orang yang mempunyai kualitas yang diisyaratkan itu. Selanjutnya,
Plato
mempunyai pandangan bahwa Negara harus melaksanakan keadilan berdasarkan
kaidah-kaidah hokum tertulis. Karena itu hokum alam harus tunduk pada hokum
positif dan otoritas (Negara). Bagi Plato, keadilan adalah pencerminan dari
keharmonisan antara masyarakat di satu pihak dan individu di pihak lainnya.
b.Aristoteles (348-322 SM)
Aristoteles
menulis tentang Negara dan hokum dalam bukunya yang berjudul Politics. Ia
berpendapat bahwa manusia menurut wujudnya merupakan makhluk polis (zoon
politikon). Oleh karena itu, seorang warga polis harus ikut serta dalam
kegiatan politik. Hal ini menunjukkan bahwa semua orang harus taat pada hokum
polis, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Selain itu, ia juga
berpendapat bahwa hokum harus dibagi kepada dua kelompok, yaitu : Hukum alam
atau hokum kodrat, yang mencerminkan aturan alam. Hukum alam itu merupakan
suatu hokum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah kaitannya dengan alam;
hokum yang kedua adalah hokum positif, yaitu hokum yang dibuat oleh manusia.
Aristoteles
menurut Friedmann, bahwa ia menyumbangkan pemikiran yang paling penting
terhadap teori hokum, yaitu :
ü Formulasinya
tentang problem esensial dari keadilan
ü Formulasinya
tentang perbedaan antara keadilan yang abstrak dengan equity
ü Uraiannya
tentang perbedaan keadilan hokum dan keadilan alamiah (seperti “hokum positif”
dan “hokum alam”)
Aristoteles
sebagai seorang tokoh besar di zamannya, seringkali memunculkan
pemikiran-pemikiran yang brilian, diantaranya menyangkut problem esensial
keadilan. Dia membuat perbedaan keadilan, diantaranya :
Ø Keadilan
Distributif.
Keadilan yang
memberikan kepada setiap orang berdasarkan profesinya atau jasanya. Pembagian
barang-barang dan kehormatan pada masing-masing orang sesuai dengan statusnya
dalam masyarakat.Keadilan ini menghendaki agar orang-orang yang mempunyai
kedudukan yang sama memperoleh perlakuan yang sama pula di hadapan hukum.
Konsep keadilan distributifnya Aristoteles ini kemudian diikuti oleh rumusan
Ulpian dari Romawi klasik bahwa : Honeste vivere, alterum non laedere, suum
cuique tribuere (Hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang di sekitarmu,
dan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi bagiannya)
Ø Keadilan
Komutatif
Keadilan
yang memberikan hak kepada seseorang berdasarkan statusnya sebagai manusia
Ø Keadilan
Remedial / Korektif
Menetapkan
kriteria dalam melaksanakan hokum sehari-hari, yaitu kita harus mempunyai standar
umum untuk memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya
satu sama lain. Sanksi pidana yang dijatuhkan, memulihkan yang telah dilakukan
oleh pembuat kejahatan, dan ganti rugi telah memulihkan kesalahan perdata.
Standar tersebut diterapkan tanpa membeda-bedakan orang
c Thomas Aquinas
Thomas
Aquinas seorang filosof yang terkenal melalui bukunya summa Theologica dan De
Regimence Principum. Pemikiran yang dikemukakan olehnya mengenai hokum alam
banyak mempengaruhi gereja bahkan menjadi dasar pemikiran gereja saat ini.
Menurutnya, hokum kodrat sebagai prinsip-prinsip segala hokum positif,
berhubungan langsung dengan manusia dan dunia sebagai ciptaan Tuhan.
Prinsip-prinsip tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :
Ø Prinsip
hukum kodrat primer
Yaitu prinsip hokum yang meliputi hidup
terhormat (honeste vivere), tidak merugikan orang lain (neminem laedere),
memberikan orang lain sesuai haknya (unicuique suum tribuere)
Ø Prinsip
hokum kodrat sekunder
Yaitu
norma-norma moral seperti jangan membunuh, mencuri, dan lain sebagainya
Thomas membagi hokum ke dalam
empat golongan, yaitu :
v Lex
Aeterna
Merupakan
rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan sumber dari segala hokum.
Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia
v Lex
Divina
Bagian
dari rasio Tuhan yang ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu dan diterimanya.
v Lex
Naturalis
Merupakan
hokum alam yaitu yang penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia
v Lex
Positivis
Hokum
yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hokum alam oleh manusia berhubung
dengan syarat khusus yang dipengaruhi oleh keadaan dunia.
A.2.Aliran Hukum Positif
Aliran
hokum positif menurut Hans Kelsen seperti dikutip oleh Lili Rasyidi merupakan
suatu teori tentang hokum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan senyatanya
itu, yakni apakah hokum positif yang senyatanya itu adil atau tidak adil.
Aliran teori hokum positif lahir sekitar abad 19 yang didorong oleh pengaruh
perkembangan masyarakat. Perkembangan tersebut menimbulkan sikap kritis tentang
hokum alam yang dianggap tidak mau lagi menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat. Selain itu aliran positivisme juga lahir didasarkan pada
dasar inspirasui dari “posivis sosiologis” baik dari ajaran filosofis Prancis
maupun pemikiran dari Herbet Specer.
Pada
tahap positive yang dikemukakan Comte kaum positivisme menemukan inspirasi
dalam melahirkan teorinya. Umumnya menganut aliran positivme memandang bahwa
tujuan akhir hokum positif (perundang-undangan) adalah untuk memenuhi
kebahagiaan rakyat sesuai dengan tujuan Negara. Sumber hokum yang hanya
langsung dari kekuasaan Negara yang berdaulat merupakan petunjuk, bahwa Negara
juga pembuat hokum.
Aliran
positivisme mengatakan “kaidah hokum itu hanya bersumber dari kekuasaan Negara
yang tertinggi dan sumber itu hanyalah hokum positif yang terpisah dari hokum
social, bebas dari pengaruh politik, ekonomi, social, dan budaya. Selain itu
dapat dikatakan bahwa hokum positif merupakan kebalikan dari hokum alam. Sebab,
aliran ini mengidentikkan hokum dengan undang-undang. Dengan kata lain
positivisme adalah merupakan sebuah sikap ilmiah, menolak spekulasi-spekulasi
apriori dan berusaha membangun dirinya pada data pengalaman. Pendapat dari
tikoh terkemuka di zaman ini akan diuraikan sebagai
a Hans Kelsen.
Aliran
teori positivisme ini dipelopori oleh toh ternama Hans Kelsen. Pembahasan
utamanya adalah untuk membebaskan ilmu hokum dari unsure ideologis. Keadilan
misalnya, oleh Kelsen dipandang sebagai sebuah konsep ideologis. Ia melihat
dalam keadilan sebuah ide yang tidak rasional dan teori hokum murni tidak bisa
menjawab tentang pertanyaan tentang apa yang membentuk keadilan karena
pernyataan ini sama sekali tidak bisa dijawab secara ilmiah. Jika keadilan
harus diidentikkan dengan legalitas dalam arti tempat, keadilan berarti
memelihara tatanan (hokum) positif melalui aplikasi kesadaran atasnya.
Menurutnya, teori hokum murni merupakan suatu pemberontakan yang ditujukan
kepada ilmu hokum yang ideologis, yaitu yang hanya mengetengahkan hokum sebagai
alat pemerintahan dalam Negara totaliter.
Menurut W. Friedmann, inti ajaran dari Hans Kelsen adalah :
Menurut W. Friedmann, inti ajaran dari Hans Kelsen adalah :
ü Tujuan
teori hokum, seperti tiap ilmu pengetahuan adalah untuk mengurangi kekacauan
dan kemajemukan menjadi kesatuan
ü Teori
hokum adalah ilmu pengetahuan mengenai hokum yang berlaku, bukan mengenai hokum
yang seharusnya
ü Hukum
adalah ilmu pengetahuan normative, bukan ilmu alam
ü Teori
hokum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya
kerja norma-norma hokum
ü Teori
hokum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara
khusus
ü Hubungan
antara teori dan sistem yang khas dari hokum positif ialah hubungan apa yang mungkin
dengan hokum yang nyata.
Pada
prinsipnya filosofi ajaran Kelsen adalah hokum itu harus dibersihkan dari
anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis, dan
sebagainya. Hans Kelsen juga mengungkapkan inti ajarannya :
ü Ajaran
Hukum Murni
ü Ajaran
tentang Grundnorm
ü Ajaran
tentang Stufenbautheorie
b.John Austin
Austin
mengeluarkan suatu karya mengenai teori hokum, yaitu digantinya perintah yang
berdaulat yakni “Negara” bagi tiap cita keadilan dalam definisi hokum. Austin
memberikan definisi hokum sebagai berikut “Peraturan yang diadakan untuk
memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang
berkuasa atasnya”. Karakteristik hokum yang terpenting menurut Austin terletak
pada karakter imperatifnya. Hukum dipahami sebagai suatu perintah dari
penguasa. Akan tetapi tidak semua perintah oleh Austin dianggap sebagai hokum, hanya
perintah-perintah umum yang mengharuskan seseorang untuk bertindak atau
bersabar dari suatu kelas pantas mendapat atribut hukum. Menurutnya sebuah
perintah yang memenuhi syarat sebagai hokum tidak harus keluar langsung dari
sebuah badan legislatif suatu Negara.
John Austin membedakan hokum
menjadi dua :
Hukum Allah
Merupakan
suatu moral hidup daripada hukum dalam arti sejati. Hukum Tuhan tidak mempunyai
fungsi lain daripada menjadi wadah-wadah kepercayaan.
Hukum Manusia
Yakni
segala peraturan yang dibuat oleh manusia sendiri Hukum manusia dibedakan lagi
menjadi :
o Hukum
yang sungguh-sungguh (properly so called) adalah undang-undang yang diadakan
oleh kekuasaan politik (apakah yag tertinggi atau bawahan). Hukum yang
sebenarnya/ ho\kum positif yang masih ada, mempunyai ciri empat unsur, yakni
perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
o Hukum
yang tidak sebenarnya (improperly so called)Sedangkan undang-undang yang tidak
sebenarnya adalah yang tidak diadakan langsung atau tidak langsung oleh
kekuasaan politik. Seperti peraturan-peraturan yang berlaku bagi suatu klub
olahraga, pabrik, dan sebagainya. Peraturan-peraturan ini bukan bukan hokum
dalam arti yang sesungguhnya, sebab tidak berkaitan dengan pemerintah sebagai
pembentuk hukum.
A.3.Aliran Hukum Islam
Para
ahli hokum Islam berpendapat bahwa hokum Islam bersumber dari ajaran Islam
(A-Qur’an dan Al-Hadits) sehingga biasa disebut Law is religion. Selain itu,
hokum Islam biasa disebut Islamic Law dan Islamic Jurisprudence. Islamic Law
disebut syariat Islam dan Islamic Jurisprudence disebut fiqh. Syariat adalah
hukum yang ditetapkan oleh Allah bagi hambaNya tentang urusan agama. Atau hukum
agama yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah baik berupa ibadah (puasa,
shalat, haji, zakat, dan seluruh amal kebaikan) atau muamalah yang menggerakkan
kehidupan manusia (jual beli, nikah, dll)
Kata
syariat berasal dari “syara’a as-syai” dengan arti menjelaskan sesuatu. Atau
diambil dari “asy-syir’ah” dan asy-syariah dengan arti; tempat sumber air yang
tidak pernah terputus dan orang yang datang ke sana tidak memerlukan adanya
alat. Jika secara bahasa syariat adalah jalan, maka di dalam Al-Quran pun ada
ayat yang menerangkan arti tersebut. Tepatnya, dalam ayat, “Kemudian Kami
jadikan kamu berada di atas sebuah syariat- peraturan- dari urusan agama itu,
maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui”
Ketika ulama menyebutkan kata
syariat, kita bisa melihat bahwa kata tersebut mengandung dua arti :
§ Seluruh
agama yang mencakup akidah, ibadah, adab, akhlak, hukum, dan muamalah. Dengan
kata lain, syariat mencakup ushul dan furu’,akidah, dan amal, serta teori dan
aplikasi. Ia mencakup seluruh sisi keimanan dan aqidah. Sebagaimana ia pun
mencakup sisi lain lain seperti ibadah, muamalah, dan akhlak yang dibawa oleh
Islam serta dirangkum dalam Al-Quran dan As-Sunnah untuk kemudian dijelaskan
oleh ulama akidah, fikih, dan akhlak.
§ Sisi
hukum amal di dalam agama. Seperti ibadah dan muamalah yang mencakup hubungan
dan ibadah kepada Allah. Serta mencakup juga urusan keluarga, masyarakat,umat,
negara, hukum, dan hubungan luar negeri. (Al-Jatsiyah 18)
a)
Asy- Syatibi
Menurut
Asy-Syatibi, Islam telah mensyariatkan berbagai hokum yang menjamin terwujudnya
hal-hal yang dharuri (primer) yang meliputi : agama, jiwa, akal, kehormatan,
dan harta kekayaan; dan menjamin pemeliharaan terhadap kelima tersebut :
·
Memelihara Agama
Agama
adalah sekumpulan akidah, ibadah, hokum dan undang-undang yang disyariatkan
oleh Allah untuk mengatur hubungan manusia denganNya dan hubungan antar manusia
. Untuk mewujudkan dan memelihara agama, Islam telah mensyariatkan iman dan
hokum pokok ajaran dasar Islam (Syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji),
kewajiban berdakwah untuk menyeru manusia kepada agama, kewajiban berjihad
untuk memerangi orang-orang yang menghalangi agama, hukuman terhadap orang yang
murtad dari agama, dan hukuman terhadap pembuat bid’ah
·
Memelihara jiwa
Yaitu
memelihara hak untuk hidup terhormat dan memelihara jiwa agar terhindar dari
tindakan penganiayaan, berupa pembunuhan, pemotongan anggota badan, maupun
tindakan melukai. Termasuk memelihara kemuliaan dan harga diri manusia dengan
jalan mencegah perbuatan qadzaf (menuduh berzina), dan melindungi kebebasan
berpikir, berpendapat, berkarya dan bergerak di tengah dinamika sosial
sepanjang tidak merugikan orang lain
·
Memelihara akal
Yaitu
menjaga akal agar tidak terkena bahaya (kerusakan) yang mengakibatkan orang
yang bersangkutan tidak berguna lagi di masyarakat, menjadi sumber keburukan dan
penyakit bagi orang lain.
·
Memelihara Keturunan
Yaitu
memelihara tatanan nilai dalam proses pergaulan di antara sesama manusia dan
mencegah terjadinya kerusakan biologis yang diakibatkan oleh ketidakterjagaan
di dalam proses interaksi sesama manusia. Oleh karena itu Islam melarang
menikah dan berhubungan kelamin dengan muhrimnya (incest) dan melarang berzina
dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya berupa hukuman had
·
Memelihara Harta
Untuk
menghasilkan dan memperoleh harta kekayaan, Islam mensyaratkan kewajiban
berusaha untuk memperoleh rezeki, kebebasan bermuamalah, pertukaran,
perdagangan, dan kerjasama dalam usaha. Sedangkan untuk memelihara harta, Islam
mensyariatkan pengharaman pencurian dengan hukuman hadd bagi setiap orang yang
melakukannya, dan mengharamkan riba’ karena termasuk perbuatan aniaya (dzalim)
terhadap orang lain dalam hal harta.
b) Yusuf Qardhawi
Lahir
di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9
September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur’an. Menamatkan pendidikan
di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas
al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru
dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam
Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat.
Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa
modern. Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat
meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa
menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di
Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah
dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai
tempat tinggalnya.
Dalam
perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam “pendidikan” penjara sejak dari
mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya
masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada
April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan
Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun. Qardhawi
terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai
khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya
dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim saat itu.
Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.
Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.
Salah
seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari
Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari
Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah
menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki
yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua
belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah
menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik. Dilihat dari
beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan
Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang
belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama.
Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar
negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak
pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami,
tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu
secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.
Keadilan
menurut Yusuf Qardhawi.Di antara nilai-nilai kemanusiaan yang asasi yang dibawa
oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga dan
masyarakat adalah “Keadilan.” Sehingga Al Qur’an menjadikan keadilan di antara
manusia itu sebagai hadaf (tuluan) risalah langit, sebagaimana firman Allah
SWT:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25)
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25)
Tiada
penekanan akan nilai keadilan yang lebih besar dari pada perkara ini (bahwa
Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya) untuk mewujudkan
keadilan. Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan para rasul
diutus. Dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan langit dan bumi. Dan yang
dimaksud dengan keadilan adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang
berhak akan haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara
nilai apa pun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi
haknya dan tidak pula menyelewengkan hak orang lain. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Ar-Rahman: 7-9)
Islam memerintahkan kepada seorang Muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyeimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya dan hak-hak orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Abdullah bin ‘Amr ketika mengurangi haknya sendiri, yaitu dengan terus menerus puasa di siang hari dan shalat di malam hari.
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Ar-Rahman: 7-9)
Islam memerintahkan kepada seorang Muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyeimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya dan hak-hak orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Abdullah bin ‘Amr ketika mengurangi haknya sendiri, yaitu dengan terus menerus puasa di siang hari dan shalat di malam hari.
“Sesungguhnya untuk tubuhmu kamu punya hak
(untuk beristirahat), dan sesungguhnya bagi kedua matamu punya hak dan kepada
keluargamu kamu punya hak, dan untuk orang yang menziarahi kamu juga mempunyai
hak.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Islam juga memerintahkan bersikap adil dengan/terhadap keluarga, isteri, atau beberapa isteri, anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Allah SWT berfrman:
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja …” (An-Nisa’: 3)
Islam juga memerintahkan bersikap adil dengan/terhadap keluarga, isteri, atau beberapa isteri, anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Allah SWT berfrman:
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja …” (An-Nisa’: 3)
Rasulullah SAW bersabda:
“Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersikap adillah terhadap
anak-anakmu.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Ketika Basyir bin Sa’ad Al Anshari menginginkan agar Nabi SAW
menyaksikannya atas pemberian tertentu, ia mengutamakan pemberian itu untuk
sebagian anak-anaknya. Maka Nabi SAW bertanya kepadanya:
“Apakah semua anak-anakmu kamu beri mereka itu seperti ini?” Basyir
berkata, “tidak!,” Nabi bersabda, “Mintalah saksi selain aku untuk demikian
itu, sesungguhnya aku tidak memberikan kesaksian terhadap suatu penyelewengan.”
(HR. Muslim)
Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapak dan kaum kerabatmu .” (An-Nisa’: 135)
Allah SWT memerintahkan kepada kita agar berlaku adil, sekalipun terhadap kaum yang kita musuhi, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa,
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Al Maidah: 8)
Betapa banyak sejarah politik dan hukum dalam Islam yang menggambarkan keadilan kaum Muslimin terhadap orang-orang Muslimin dan keadilan para da’i terhadap rakyat.
Betapa banyak sejarah politik dan hukum dalam Islam yang menggambarkan keadilan kaum Muslimin terhadap orang-orang Muslimin dan keadilan para da’i terhadap rakyat.
Islam
memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil dalam perkataan kita, sehingga
saat kita marah tidak boleh keluar dari berkata benar, dan di saat kita senang
tidak boleh mendorong kita untuk berbicara yang tidak benar, Allah SWT
berfirman:
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah (kerabat (mu)É” (Al An’am: 152)
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah (kerabat (mu)É” (Al An’am: 152)
Islam
juga memerintahkan kepada kita untuk bersikap adil dalam memberikan kesaksian,
maka seseorang tidak boleh memberi kesaksian kecuali dengan sesuatu yang ia
ketahui, tidak boleh menambah dan tidak boleh mengurangi, tidak boleh merubah
dan tidak boleh mengganti, Allah SWT berfirman:“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah …” (Ath Thalaq: 2)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah.” (Al Maidah: 8)
Islam juga memerintahkan untuk bersikap adil dalam hukum, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh) kamu apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil …” (An-Nisa’: 58)
Banyak
hadits yang menjelaskan tentang keutamaan “Imam dan Adil,” dia adalah termasuk
tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari tidak ada naungan
selain naungan-Nya. Dia juga termasuk tiga orang yang doanya tidak ditolak.
Selain lslam memerintahkan untuk berlaku adil dan mendorong ke arah sana, Islam juga mengharamkan kezhaliman dengan keras dan memberantasnya dengan kuat, baik kedhaliman terhadap diri sendiri apalagi terhadap orang lain. Terutama kezhaliman orang-orang yang kuat terhadap orang yang lemah, kezhaliman orang-orang kaya terhadap yang miskin dan kezhaliman pemerintah terhadap rakyatnya. Semakin manusia itu lemah, maka menzhaliminya semakin besar pula dosanya. Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat kepada Mu’adz:
Selain lslam memerintahkan untuk berlaku adil dan mendorong ke arah sana, Islam juga mengharamkan kezhaliman dengan keras dan memberantasnya dengan kuat, baik kedhaliman terhadap diri sendiri apalagi terhadap orang lain. Terutama kezhaliman orang-orang yang kuat terhadap orang yang lemah, kezhaliman orang-orang kaya terhadap yang miskin dan kezhaliman pemerintah terhadap rakyatnya. Semakin manusia itu lemah, maka menzhaliminya semakin besar pula dosanya. Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat kepada Mu’adz:
“Hati-hatilah terhadap doa orang yang dianiaya, karena tidak ada hijab
(halangan) antara doa itu dengan Allah.” (HR. Muttafaqun’Alaih)
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Doa orang yang dianiaya itu akan diangkat oleh Allah ke atas awan, dan
dibuka untuknya pintu-pintu langit,
kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan-Ku, sungguh akan Aku tolong
kamu walaupun setelah beberapa saat.” (HR. Ahmad dan Tarmidzi)
Di
antara jelasnya bentuk keadilan adalah sebagaimana yang ditegaskan Islam. yang
dalam istilah sekarang disebut “Keadilan Sosial” yang berarti keadilan dalam
membagi kekayaan (negara). Dan membuka berbagai kesempatan yang memadai untuk
anak-anak ummat Islam, ummat yang satu, dan memberi kepada orang-orang yang
bekerja buah amalnya (upahnya) dari jerih payah mereka, tanpa dicuri oleh
orang-orang yang berkemampuan dan orang-orang yang mempunyai pengaruh.
Mendekatkan sisi- sisi perbedaan yang nampak antara individu dan golongan, antara
golongan yang satu dengan yang lain, dengan memberikan batas dari monopoli
orang-orang kaya di satu sisi dan berusaha untuk meningkatkan pendapatan
orang-orang fakir di sisi lain.
B.Perbandingan Aliran Hukum Umum dengan Aliran Hukum Islam
Dengan
adanya berbagai macam aliran-aliran hokum dan dengan berbagai tokoh-tokoh,
bisa dibandingkan anatara aliran-aliran hukum umum dan aliran hukum
Islam. Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena
hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak pernah
lenyap dan berlaku dengan sendirinya. hukum dipandang sebagai suatu keharusan
alamiah (nomos) baik semesta alam maupun hidup manusia. Sebagai contoh lelaki
berkuasa dan memiliki kemampuan politik; budak harus tetap menjadi budak,
karena begitulah aturan yang berlaku secara ilmiah. Namun pada abad ke 4 SM
para filosof mulai insaf tentang peran manusia dalam membentuk hokum yang
menurut penulis sejalan dengan aliran hukum Islam. Aristoteles dan Plato mulai
mempertimbangkan bahwa manakah aturan yang lebih adil yang harus menjadi alat
untuk mencapai tujuan hokum, walaupun mereka juga tetap mau taat pada
tuntutan-tuntutan alam. Menurut Plato negara harus melaksanakan keadilan
berdasarkan kaidah-kaidah hokum tertulis. Karena itu hokum alam harus tunduk
pada hokum positif dan otoritas. Bagi Plato, keadilan adalah pencerminan dari
keharmonisan antara masyarakat di satu pihak dan individu di pihak lainnya.
Sedangkan Aristoteles yang membagi keadilan menjadi tiga tidak bertentangan
dengan Islam. Diantaranya :Keadilan Distributif yaitu Keadilan yang memberikan
kepada setiap orang berdasarkan profesinya atau jasanya ; Keadilan Komutatif
yaitu keadilan yang memberikan hak kepada seseorang berdasarkan statusnya
sebagai manusia ; Keadilan Remedial / Korektif yaitu menetapkan kriteria dalam
melaksanakan hokum sehari-hari, yaitu kita harus mempunyai standar umum untuk
memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama
lain.
Hukum
alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari ketentuan
manusia. Hukum harus ditaati demi keadilan. Keadilan selain sebagai keutamaan
umum (hukum alam) juga keadilan sebagai keutamaan moral khusus. Keadilan
menentukan bagaimana hubungan yang baik antara sesama manusia, yang meliputi
keadilan dalam pembagian jabatan dan harta benda publik, keadilan dalam
transaksi jual beli, keadilan dalam hukum pidana, keadilan dalam hukum privat.
Al-Qur’an dan sunnah merupakan dua sumber primer atau orisinal diwahyukan oleh
tuhan sbagai satu-satunya yang mengetahui yang mutlaq baik untuk manusia. Hokum
itu harus diteliti secara cermat dan ditafsirkan dalam isi dan sepirit. Kita
biasa mengatakan bahwa tatanan alami adalah tatanan yang jelas-jelas terbaik.
Bukan hanya untuk sembarangan individu tetapi bagi manusia yang serba rasional,
cultural dan liberal. Ia adalah hasil pengamatan fakta-fakta exsternal, ia
merupakan pewahyuan atas prinsip yang ada didalam.kehidupan sehari-hari, dengan
sifat gandanya, universal dan abadi. Ia tetap sama disegala zaman dan semua
orang. Perintahnya unuk dan eternal berlingkup universal. Syari’ah merupakan
kumpulan hokum-hukum tuhan. Mengkombinasikan hokum sebagai adanya dan hokum
sebagai yang seharusnya. Sekaligus mempertahankan perintah dan keeadilan. Sebagai
perintah tuhan penguasa tertinggi yang tidak bias berubah, syari’ah adalah
hokum positif dan karena keadilan menjadi tujuan puncaknya, syari’ah ideal.
Tetaplah pernyataan bahwa hokum islam itu adalah “ hokum positif dalam
bentuk ideal”.
Sedangkan
aliran hukum positif yang merupakan aliran yang menyatakan bahwa suatu teori
tentang hokum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan senyatanya itu, yakni
apakah hokum positif yang senyatanya itu adil atau tidak adil. Aliran ini
mengidentikkan hokum dengan undang-undang. Salah satu tokohnya yaitu Hans
Kelsen yang menyatakan bahwa keadilan dipandang sebagai sebuah konsep
ideologis. Jika keadilan harus diidentikkan dengan legalitas dalam arti tempat,
keadilan berarti memelihara tatanan (hokum) positif melalui aplikasi kesadaran
atasnya. Positifisme dan idealisme dalam hokum islam benar-benar harmonis
antara satu sama lain. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah:
“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan
(menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu
(sudah) dekat ?(as-Syura’:17)
Kemudian pada surat (al-Syams:7-10)Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),(8). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(9). Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,(10). Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Kemudian pada surat (al-Syams:7-10)Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),(8). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(9). Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,(10). Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Di
antara nilai-nilai kemanusiaan yang asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan
sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga dan masyarakat adalah “Keadilan.”
Sehingga Al Qur’an menjadikan keadilan di antara manusia itu sebagai hadaf
(tuluan) risalah langit, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25)
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25)
Tiada
penekanan akan nilai keadilan yang lebih besar dari pada perkara ini (bahwa
Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya) untuk mewujudkan keadilan.
Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan para rasul diutus.
Dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan langit dan bumi. Dan yang dimaksud
dengan keadilan adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan
haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apa pun,
tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan
tidak pula menyelewengkan hak orang lain. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Ar-Rahman: 7-9)
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Ar-Rahman: 7-9)
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1.Macam – macam alairan hukum
meliputi :
@
.Aliran Hukum Alam : suatu hukum yang berlaku
selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam yang tidak pernah
berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya
@
Aliran Hukum : positivme memandang bahwa tujuan
akhir hokum positif (perundang-undangan) adalah untuk
memenuhi kebahagiaan rakyat sesuai dengan tujuan Negara
@
hokum Islam berpendapat bahwa hokum Islam
bersumber dari ajaran Islam (A-Qur’an dan Al-Hadits) sehingga
biasa disebut Law is religio
2. Beberapa pendapat para
ahli tentang keadilan.
@
Plato : Keadilan adalah pencerminan dari
keharmonisan antara masyarakat di satu pihak dan individu di pihak lain; hukum
alam harus tunduk pada hokum positif dan otoritas (Negara)
@
Aristoteles : Keadilan distributif, Keadilan
komutatif, Keadilan korektif ; hokum dibagi kepada dua kelompok, yaitu : Hukum
alam atau hokum kodrat, dan hokum hokum positif
@
Hans Kelsen : Keadilan adalah konsep ideologis ;
hokum itu harus dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis,
sosiologis, politis, dan sebagainya
@
Thomas Aquinas : hokum kodrat sebagai
prinsip-prinsip segala hokum positif, berhubungan langsung dengan manusia dan
dunia sebagai ciptaan Tuhan.
@
Asy-Syatibi : hukum (Islam) menjamin terwujudnya
hal-hal yang dharuri (primer) yang meliputi : agama, jiwa, akal, kehormatan,
dan harta kekayaan; dan menjamin pemeliharaan terhadap kelima tersebut
@
Yusuf Qardhawi : keadilan memberikan kepada
segala yang berhak akan haknya tanpa melebihi atau mengurangi.
3.Aliran-aliran Hukum tersebut
pada prinsipnya menjaga keharmonisan antar individu maupun kelompok. Dan
hanya beberapa aliran saja yang menghubungkannya dengan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainudin . 2006. Filsafat
Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.
Djamil Fathurrahman. 1997.
Filsafat Hukum Islam.Jakarta, Logos Wacana Ilmu.
Prasetyo, Teguh. 2007. Ilmu
Hukum & Filsafat Hukum. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Ghofur, Abdul . 2006. Filsafat
Hukum. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Qardhawi, Yusuf. 2007.
Fiqih Maqashid Syariah. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar
Dr. Yusuf Qardawi. Pustaka
Online Media ISNET2006
http://www.geocities.com/pakdenono/www.pakdenono.com